Minggu, 03 Juni 2018

BAB II MEMBIASAKAN AKHLAK TERPUJI


BAB II
MEMBIASAKAN AKHLAK TERPUJI
A.   AMAL SALIH

1.      Pengertian amal Shalih
Amal shalih menurut bahasa diartikan sebagai perbuatan baik yang mendatangkan pahala, atau sesuatu yang dilakukan dengan tujuan berbuat baik terhadap masyarakat atau sesama manusia. Amal shalih dari sisi Arab yaitu amal dan shalih, amal berarti perbuatan dan shalih artinya baik atau lawan dari rusak.
Secara istilah amal shalih adalah perbuatan bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah atau menunaikan kewajiban agama yang dilakukan dalam bentuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia. Amal shalih adalah setiap pekerjaan yang baik, bermanfaat dan patut dikerjakan, baik pekerjaan yang bersifat ubudiyah (seperti; sholat, puasa, zakat, haji dan lain-lain) atau pekerjaan yang bersifat sosial (seperti; menolong orang lain, menyantuni anak yatim, peduli pada sesama dan lain-lain). Amal shalih penting untuk dilakukan oleh setiap muslim. Allah Swt berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki­laki maupun   perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl : 97) Selain itu orang yang melakukan amal shalih dijamin mendapatkan surga oleh Allah Swt. Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya orang­orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah Sebaik­baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai­sungai; mereka kekal di dalamnya selama­lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.”(QS. Al­Bayyinah(98)­7­8)
2.      Dalil Mengenai amal Shalih   
Allah Swt berfirman:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar­benar dalam kerugian,Kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal shalih (QS. Al­Ashr(103):1­3)”
 Surat al-‘Ashr di atas dimulai dengan wawu qasam (baca: huruf wawu sumpah) yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “demi”. Jadi kata wa al­‘Ashr  berarti demi masa atau demi waktu ashar. Di dalam tata bahasa Arab huruf sumpah biasanya digunakan untuk meyakinkan orang yang diajak bicara atau untuk meyakinkan bahwa apa yang dibicarakan merupakan sesuatu yang serius. Dari sini jelas nampak sekali bahwa masalah waktu di dalam Islam adalah masalah yang sangat serius. Banyak sekali orang yang setiap hari pekerjaannya hanya membuang-buang waktu dan fenomena seperti itu yang tidak disukai oleh agama Islam.oleh karena itu terdapat  mahfudzat (baca: peribahasa) di dalam bahasa Arab mengatakan :“Waktu itu seperti pedang. Apabila anda tidak menebasnya, maka anda yang akan ditebasnya”(Syarah al­Hikam)
Dalam surat al­‘Ashr di atas juga ditegaskan bahwa seluruh manusia berada di dalam kerugian kecuali dua golongan, yaitu orang-orang yang beriman dan orangorang yang beramal sholeh. Orang-orang beriman yang dimaksud oleh ayat di atas adalah orang-orang yang hati, ucapan dan perbuatan sejalan. Hal ini sesuai dengan pengertian dari iman itu sendiri yang berarti yakin di dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan. Di zaman sekarang ini pengertian iman masih sering dipahami secara salah oleh banyak orang. Ada orang yang memiliki keyakinan kuat kepada Allah Swt dan berbicara di mana-mana tentang keimanannya tetapi ia tidak pernah mengaplikasikan keyakinan dan ucapannya itu dalam bentuk perbuatan.
Fenomena seperti ini berakibat pada tidak adanya keseimbangan antara keyakinan atau ucapan dengan perbuatannya. Orang-orang yang seperti ini adalah orang-orang yang percaya kepada Allah Swt dan berbicara di mana-mana tetapi perbuatannya 180o (seratus delapan puluh derajad) berbeda dengan apa yang diyakini dan diucapkan. Mereka menganjurkan orang untuk tidak korupsi, tetapi mereka justru  korupsi. Mereka menganjurkan untuk tidak membunuh, tetapi mereka justru pembunuh ulung. 
Di sisi lain ada orang yang berbicara tentang keimanannya di mana-mana dan telah mengaplikasikan dalam perbuatan taat, hanya saja keimanannya tidak tertanam di dalam hati. Orang yang seperti ini mirip dengan orang-orang khawarij yang rajin beribadah tetapi rajin juga membunuh orang. Abdurahman bin Muljam sosok yang membunuh Ali adalah orang yang di siang hari berpuasa, melaksanakan shalat tahajut di malam hari, menghafal al-Quran tetapi sekaligus juga pembunuh Ali. Orang seperti ini rajin melaksanakan shalat berjamaah, kerap melaksanakan shalat tahajut dan senantiasa berpuasa tetapi rajin juga menghardik orang, mengaku paling benar sendiri dan senantiasa menyalahkan orang lain.
Kelompok yang kedua dan termasuk orang-orang yang tidak merugi adalah orang yang senantiasa melaksanakan amal shaleh. Hanya saja agar amal shalih yang dilakukan memiliki buah, maka ia harus disertai dengan syarat-syarat tertentu.
3.      Amal shalih Yang Diterima di sisi Allah Swt Amal shalih yang dilaksanakan sehingga diterima oleh Allah Swt adalah amal shalih yang memiliki empat kriteria.
a.       Pertama, mengerti ilmu dari amal shaleh yang dilakukan.
Rasulullah Saw ketika ditanya tentang perbuatan apa yang paling utama, maka beliau menjawab: ”Pekerjaan yang paling utama adalah adalah menuntut ilmu”. Ucapan ini diulang sampai tiga kali oleh Rasulullah Saw. Selanjutnya ketika di tanya untuk yang keempat kali, maka Rasulullah Saw menjawab: ”Apakah amal shaleh yang dilakukan akan diterima oleh Allah Swt tanpa mengetahui ilmunya?”. Dengan demikian seseorang yang melaksanakan shalat dan agar shalatnya diterima, maka ia harus mengerti ilmu tentang shalat dan demikian pula pada ibadah-ibadah yang lainnya.
b.      Kedua, memiliki niat yang baik.
Dari Umar bin Khattab Rasulullah Saw bersabda: ”Sesungguhnya amal perbuatan harus disertai dengan niat dan setiap orang tergantung pada apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari-Muslim). Niat di dalam beribadah sangat penting. Setidaknya terdapat dua fungsi niat apabila dihubungkan kepada ibadah, yaitu: Membedakan ibadah dengan kebiasaan dan membedakan satu ibadah dengan ibadah yang lain. Oleh karena itu amal shaleh yang dilakukan dengan niat yang tidak baik mislanya dengan niat pamer, maka ia hanya akan menjadi kesia-siaan dan ermasuk orang yang mendustakan agama.
B. TOLERANSI

1.      Pengertian Toleransi
Toleransi berasal dari bahasa latin tolerare yang berarti berusaha untuk tetap bertahan hidup, tinggal atau berinteraksi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai atau disenangi. Dalam kamus bahasa Indonesia toleransi berarti kelapangan dada dalam arti suka rukun kepada siapapun, membiarkan orang berpendapat atau berpendirian lain. Sikap toleransi ini dapat di terapkan dalam berbagai bidang baik sosial maupun keagamaan. Hanya saja pembicaraan kita ini akan lebih focus pada masalah agama.
2.      Toleransi Menurut Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Apabila kita ingin melihat bagaimana pandangan Islam mengenai toleransi beragama, maka al-Quran sudah menyatakannya. Allah Swt berfirman:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orangorang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang­orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang­orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang­orang yang zalim”. (QS. Al­Mumtahanah(60):8­9)
Ayat pertama tidak hanya menganjurkan untuk berlaku adil saja kepada non muslim ketika mereka tidak memerangi dan melakukan pengusiran, melainkan alQuran memerintahkan untuk berbuat baik kepada mereka. Ungkapan berbuat baik di sini tentu mencakup makna yang sangat luas sekali. Selain itu ungkapan ““Allah tidak melarang kamu” memberikan isyarat bahwa Islam menolak orang yang berasumsi bahwa tidak boleh berbuat baik terhadap non muslim. 
Adapun berdasarkan hadits, maka hal tersebut sudah diterapkan oleh Rasulullah Saw saat  hijrah ke kota Madinah di mana ia menjumpai orang-orang Yahudi dan kaum musyrikin lainnya sebagai penduduk pribumi. Saat itu tidak ada di benak Rasulullah Saw untuk melakukan tindakan politis sebagai upaya untuk mengusir atau mendeportasi mereka keluar dari kota Madinah. Hal yang dilakukan oleh Rasulullah Saw saat itu adalah menerima dengan lapang dada keberadaan mereka dan menyodorkan perjanjian kepada ke dua belah pihak muslim dan non muslim untuk membuat perjanjian agar Rasulullah Saw dapat menjalankan agamanya dan mereka dapat menjalankan agama mereka secara bersama-sama. Saat itu juga terjadi kesepakatan bahwa umat Islam dan orang-orang Yahudi harus mempertahankan Yatsrib apabila diserang musuh serta mengukuhkan kebebasan keluar dari kota Yatsrib bagi yang menghendaki dan mempersilahkan berdiam diri bagi yang ingin mempertahankan kehormatannya. Perbedaan bahwa manusia dalam agama dan keyakinan merupakan realitas yang dikehendaki Allah swt yang telah memberi mereka kebebasan untuk memilih iman dan kufur. Di zaman nabi mereka juga diakui eksistensinya dan diberi hak partisipasi penuh dalam hal pembelanjaan negara. Hanya saja kepercayaan yang sudah diberikan oleh umat Islam saat itu dikhianati oleh orang Yahudi sehingga mereka di usir keluar dari kota Madinah. Dengan demikian seandainya orang-orang Yahudi tidak melakukan pengkhiatan, maka niscaya kota Madinah dapat dijadikan sebagai model negara yang menerapkan sikap toleransi umat Islam terhadap non muslim.
3.      Toleransi Sepanjang Sejarah
Sikap Rasulullah Saw dalam hal bertoleransi ternyata diikuti oleh para sahabat yang lain. Sayyidina Umar pernah membuat perjanjian Aelia, perjanjian Yerusalem. Saat itu Yerusalem yang sudah menjadi bagian dari wilayah umat Islam menjamin kemerdekaan beragama bagi penduduknya. Bahkan saat itu Umar mewajibkan orang Yahudi untuk menetap di kota tersebut.
Amr bin Ash saat masuk ke wilayah Mesir disambut dengan antusias oleh masyarakatnya khususnya yang beragama Kristen koptik. Hal tersebut terjadi karena mereka berharap dengan masuknya Islam mereka akan mendapatkan kedamaian. Ternyata apabila di telusuri di  negara-negara lainnnya di Timur Tengah seperti di Syria, Lebanon, Palestina dan di seluruh wilayah Islam lainnya pasti di temukan pengikut agama lainnya
Di Spanyol Islam berkuasa selama 800 tahun dan ketika Islam masuk ke kawasan itu dalam keadaan kacau. Ketika Islam masuk selama 300 tahun masih dalam kondisi kacau tetapi 500 kemudian Spanyol aman dan tentram menjadi negara dengan tiga agama. Saat itu yang menjadi pemimpin orang Islam penengahnyaorang Yahudi dan rakyatnya Kristen Katolik.
Dengan demikian dalam hal toleransi keberagamaan umat Islam jauh lebih memiliki pengalaman, yaitu sekitar 1000 tahun ketimbang barat yang mengklaim lebih toleran dari pada umat Islam.
4.      Membiasakan  Berperilaku      Toleransi          dalam  Kehidupan      Sehari-hari
Memiliki sikap toleransi adalah suatu keharusan dalam Islam, Islam sendiri mengandung pengertian agama yang damai,  selamat dan menyerahkan diri. Islam adalah rahmah li al­‘alamiin (agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam). Islam selalu menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati dan tanpa paksaan.
Sebagai umat Nabi Muhammad Saw sudah sepatutnya berupaya membiasakan diri dengan perilaku toleransi terutama dalam hal keyakinan. Sebagai umat Islam yang menetap di Negara yang memiliki keanekaragaman budaya, agama dan daerah wajib memiliki sifat toleransi.
Agar tercipta toleransi dalam kehidupan beragama harus di dasarkan asumsi bahwa setiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk agamanya masing-masing di mana setiap agama memiliki bentuk ritual dengan system dan tata cara sendiri yang dibebankan serta menjadi tanggung jawab bagi pemeluknya Atas dasar itulah, maka toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama harus terus ditingkatkan.
Dalam hal ini Allah Swt berfirman ”Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun(109):6)
Islam mengajarkan agar mencari titik temu atau jalan keluar apabila terjadi perselisihan. Apabila tidak ditemukan persamaannya,  maka masing-masing pihak hendaknya mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling menyalahkan. Islam juga tidak melarang adanya jalinan persaudaraan dan toleransi antar umat beragama, selama masih dalam tataran kemanusiaan dan kedua belah pihak menghormati hak-hak masing-masing.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orangorang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang­orang yang berlaku adil.” (QS. AlMumtahanah(60) : 8)
5.      Ciri-ciri orang  yang berperilaku Toleransi
Orang yang membiasakan diri berperilaku toleransi akan terbentuk di dalam dirinya sikap-sikap positif , diantaranya adalah :
a.       Memahami bahwa dalam kehidupan selalu terdapat perbedaan
b.      Tidak mempermasalahkan perbedaan yang terjadi 3. Menerima saran dan masukan dari orang lain
c.       Siap menerima kritik
d.      Tidak sombong
e.       Tidak egois
f.       Tidak memaksakan kehendak
g.      Tidak merendahkan orang lain.
6.      Nilai-nilai positif Toleransi
Nilai-nilai positif toleransi adalah
1)      Dapat menjalin persaudaraan, persatuan dan kesatuan dalam masyarakat
2)      Menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat
3)      Menimbulkan sikap saling menghormati antar sesama
4)      Menciptakan rasa aman, tentram, tenang dan damai dalam masyarakat
5)      Meghilangkan sifat dengki, fitnah, kebencian, dendam dan permusuhan
C.    MUSAWAH

Allah Swt menjadikan seluruh manusia berada pada kedudukan yang sama. Oleh karena itu Islam senantiasa menjungjung tinggi musawah atau persamaan derajat. Dalam hal ini akan dijelaskan pengertian musawah dan urgensinya menurut pandangan agama.
1.      Pengertian
Musawah Secara etimologi musawah berarti sama tidak kurang dan tidak lebih. Sedangkan secara terminology musawah berarti persamaan seluruh manusia di dalam hak dan kewajiban tanpa ada pemisahan atau perbedaan yang didasarkan pada kebangsaan, kelas, aliran, kelompok, keturunan pangkat atau harta dan hal lainnya.
2.      Sejarah Kemunculannya
Prinsip musawah atau persamaan derajat pada manusia merupakan puncak terdalam perkembangan peradaban manusia. Ia lahir melalui perjuangan panjang dari orang-orang yang menginginkannya.
Apabila ditelusuri, maka prinsip persamaan hak ini muncul karena kezaliman, penindasan dan kesewenangan-wenangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.  Peristiwa pembunuhan Kabil terhadap Habil sebagai manusia awal yang hadir di muka bumi ini merupakan bagian dari rentetan sejarah yang membangkitkan prinsip persamaan derajat. Tindak kriminalitas ini dianggap tindakan pelanggaran terhadap prinsip yang telah dibuat untuk mengatur hubungan kekeluargaan bagi individu saat itu.
Peristiwa tersebut dan fenomena lainnya seperti penindasan dari golongan yang kuat kepada yang lemah, pemerintah pada rakyatnya dan orang kaya pada orang miskin merupakan realitas yang menjadi perhatian umat manusia.
Sejak dahulu Aristoteles sudah menyatakan bahwa pembagian masyarakat kepada dua bagian, kelas atas dan kelas bawah merupakan pembagian kelas yang alami yang muncul dari keinginan manusia itu sendiri sekaligus  di lain pihak menimbulkan kecaman yang menuntut persamaan hak. Padahal prinsip perbudakan di masyarakat merupakan sesuatu yang lumrah yang tidak dapat dielakkan lagi.
Tuntutan persamaan derajat ini mengalami momentumnya ketika terjadi revolusi perancis pada tahun 1789 yang merupakan puncak perubahan sejarah Eropa sekaligus pengukuhan terhadap prinsip-prinsip kebebasan, persaudaraan dan persamaan derajat.
3.      Pandangan Islam Tentang Musawah  
Islam memandang bahwa prinsip musawah sebagai salah satu prinsip ajaran agama yang luhur yang berangkat dari eksistensi manusia yang berasal dari nabi Adam As. Hal inilah yang mematahkan prinsip kelas-kelas yang terjadi di masyarakat. Hal inilah yang menempatkan musawah sebagai nilai keagamaan sekaligus sebagai nilai peradaban kemanusiaan.
Perpaduan antara nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan yang tertuang pada persamaan derajat atau musawah terdapat dalam al-Quran. Allah Swt berfirman: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahu". (QS. Al­Rum (30):30)
Islam menjamin musawah atau persamaan derajat dengan memandang bahwa kebutuhan manusia di muka bumi ini semunya sama tanpa melihat perbedaanperbedaan yang ada. Dalam hal ini Allah Swt berfirman:
 “Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya” (QS. Thaha(20):118­119)
Dengan demikian prinsip musawah atau persamaan derajat di dalam Islam diikat dengan persaudaraan kemanusiaan atau ukhuwah insaniyah di mana mereka berasal ayah dan ibu yang sama, yaitu Adam dan Hawa. Dalam hal ini Allah Swt berfirman:
“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan­Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang­orang yang berakal mengambil pelajaran”.(QS. Ibrahim(14):52)
Prinsip musawah  atau persamaan derajat ini juga dikukuhkan oleh Rasulullah Saw saat haji wada’. Rasulullah Saw berkata:” Wahai segenap manusia ingatlah bahwa Tuhan kalian sama, ayah kalian sama. Kalian adalah keturunan Adam dan Adam berasal dari tanah. Tidak ada perbedaan bagi orang Arab atau non Arab, orang yang berkulit merah dengan orang yang berkulit hitam atau sebaliknya kecuali takwa. Sesungguhnya orang yang paling mulia dari kalian adalah orang yang paling bertakwa”. 
Puncak pengukuhan musawah sebagai prinsip yang luhur di dalam Islam dikukuhkan oleh Rasulullah Saw kembali saat Usamah bin Zaid ingin membantu meloloskan jeratan hukum bagi seorang wanita Quraisy yang berasal dari suku terhormat. Saat itu dengan nada emosi Rasulullah Saw bersabda:” Apakah engkau wahai Usamah akan membantu meloloskan seseorang dari hukum Allah? Rasulullah Saw berpidato dan berkata: Wahai segenap manusia Sesungguhnya orang­orang sebelum kalian telah hancur. Sesungguhnya mereka apabila ada di antara orang yang terhormat dari mereka mencuri, maka mereka membiarkan dan apabila ada orang yang lemah mencuri, maka mereka tegakkan hukuman. Demi Allah seandainya Fathimah binti Muhammad Saw mencuri, maka niscaya Muhammad Saw memotong tangannya”.(HR.Bukhari)
4.      Ibadah-Ibadah Yang  Mengandung Prinsip Musawah
Seluruh jenis ibadah di dalam Islam mengandung prinsip musawah. Dalam shalat misalnya seluruh umat Islam berkewajiban memenuhi panggilan Allah Swt dengan melaksanakan shalat. Setelah itu mereka masuk ke dalam masjid membentuk shaf­shaf yang lurus. Diri mereka bersatu di dalamnya, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, antara yang lemah dan yang kuat dan antara pejabat dan rakyat dan hal ini bersifat harian.
Zakat dalam Islam disyariatkan memiliki hikmah yaitu untuk mensucikan harta. Selain itu zakat diwajibkan kepada orang-orang yang memiliki harta banyak sebagai upaya untuk menempuh persamaan derajat sehingga tidak terpaut jurang pemisah yang terlalu jauh antara si kaya dan si miskin.
Ibadah haji juga demikian. Semua orang berkumpul di padang Arafah misalnya dengan pakaian yang sama, tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, antara pejabat dan rakyat biasa antara orang yang berkulit hitam dan berkulit putih. Semuanya berada dalam tempat dan poisis yang sama di hadapan Allah Swt. Rasululullah Saw menolak tradisi suku Quraisy yang membedakan diri dengan sukusuku lainnya dalam melaksanakan ibadah haji.
Dalam hal ini Allah swt berfirman: “Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang­orang banyak (‘Ara­”  fah) dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi (Maha Penyayang.(QS. Al Baqarah(2):19
D.    UKHUWWAH

1.      Pengertian Ukhuwwah
Ukhuwah dalam kamus bahasa Indonesia berarti persaudaraan. Secara umum ukhuwah adalah persaudaraan, kerukunan, persatuan dan solidaritas yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain. Persaudaraan yang dilakukan oleh umat Islam diistilahkan dengan istilah ukhuwah islamiyah yang berarti persaudaraan yang didasarkan pada agama Islam. Dengan demikian ukhuwah islamiyah merupakan bentuk persaudaraan yang lintas wilayah dan kebangsaan. Jadi siapapun orangnya dan dari mana saja asalnya selagi ia seorang muslim, maka ia adalah bersaudara. 2. Dalil ukhuwah Sebagai agama pembawa rahmat Islam sangat mendukung ukhuwah. Allah Swt berfirman:
“Orang­orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al­Hujurat(49) : 10)
 “Perumpamaan orang­orang beriman di dalam kecintaan, kasih sayang dan kelembutan seperti satu tubuh apabila mengeluh satu anggota tubuh, maka seluruh anggota tubuh lainnya merasakan sakit dengan tidak dapat tidur dan demam”(HR. Muslim)
Munculnya sikap persaudaraan dalam kehidupan masyarakat secara umum disebabkan adanya dua hal, yaitu : Pertama, Adanya persamaan, baik dalam masalah keyakinan, wawasan, pengalaman, kepentingan, tempat tinggal dan cita-cita. Kedua, Adanya kebutuhan yang dirasakan hanya dapat dicapai dengan melakukan kerja sama dengan orang lain.
2.      Macam-macam ukhuwah
Ada beberapa macam bentuk ukhuwah yang sangat besar peranannya dalam kehidupan masyarakat, yaitu:
a.       Ukhuwah islamiyah
Ukhuwah islamiyah adalah upaya dalam rangka menumbuhkembangkan persaudaraan yang didasarkan pada kesamaan agama Islam. Al-Qur’an menganjurkan hal ini sebagaimana terdapat dalam surat al-Maidah:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan­akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah­olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul­rasul Kami dengan (membawa) keterangan­keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh­sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS. Al­Maidah(5):32)
Di dalam hadits dari Jarir bin Abdullah Rasulullah Saw bersabda: “siapa yang tidak memberikan kasih sayang kepada manusia, maka Allah Swt tidak akan mengasihinya.” (HR. Muslim)
Ukhuwah islamiyah tidak dibatasi oleh wilayah, suku, ras dan kebangsaan. Dengan demikian seluruh umat Islam di dunia ini bersaudara. Di dalam sejarah Rasulullah Saw sudah melakukan hal ini saat menyatukan antara kalangan Muhajirin dan Anshar.
b.      Ukhuwah wathaniah
Ukhuwah wathaniah berarti persaudaraan kebangsaan. Ini artinya  seluruh warga negara Indonesia adalah bersaudara. Ikatan yang mengikat persaudaraan ini adalah wilayah dan tertumpu pada hal-hal yang bersifat sosial budaya. Islam juga mendukung bentuk ukhuwah wathaniah ini. Di dalam al-Qur’an Allah Swt berfirman:
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan­Nya satu umat (saja), tetapi Allah menguji kamu terhadap peberian­Nya kepadamu, maka berlomba­lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al­Maidah(5) :48)
Ukhuwah wathaniah diperlukan karena ia sebagai spirit bagi kesejahteraan kehidupan bersama serta merupakan alat yang sangat penting bagi proses kesadaran suatu bangsa dalam mewujudkan persamaan derajat dan tanggungjawab di antara warga negara Indonesia.
c.       Ukhuwah insaniyah
Ukhuwah insaniyah berarti persaudaraan sesama manusia. Dalam terminology agama istilah ukhuwah insaniah diistilahkan dengan ukhuwah basyariyah yaitu ukhuwah yang tumbuh dan berkembang atas dasar kemanusiaan. Motivasi manusia dalam melakukan persaudaraan kemanusiaan adalah agar tercipta  sisi-sisi kemanusiaan yang bersifat universal. Seluruh manusia di dunia adalah bersaudara. Ayat yang mendasari ukhuwah Insaniyah adalah
 “Hai orang­orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki­laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merenahkan sekumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebi baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelar yang mengandung ejekan. Seburuk­buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orag­orang yang dzalim.” (QS. Al­Hujarat(49) : 11)
Bangsa Indonesia diharapkan secara teoritis dan praksis melaksanakan bentuk-bentuk ukhuwah ini. Oleh karena jika nilai-nilai ukhuwah tidak nampak pada bangsa Indonesia, maka sudah dapat dipastikan terdapat hal-hal yang menghambatnya. Di antara hal yang menghambatnya misalnya pola pikir yang sempit, fanatisme buta dan asumsi paling benar sendiri.




2 komentar:

  1. The 10 Best Slots Sites (2021) | JTM Hub
    7 시흥 출장안마 Best Slots Sites (2021) · 1. Red Dog – Best Online Slots Site · 2. BetVictor – Best Live Casino Site · 3. mBit 군포 출장안마 Casino – 태백 출장안마 Best for live 광주광역 출장마사지 dealers · 4. 광주 출장마사지

    BalasHapus