BAB III
MENGHINDARI AKHLAK TERCELA
1. Pengertian
Nifaq
Nifaq
berasal dari kata nafiqa yang berarti lubang tempat keluarnya hewan sejenis tikus dari sarangnya. Ada yang
berpendapat ia berasal dari kata nafaq
yaitu lobang tempat bersembunyi. Nifaq secara bahasa berarti ketidaksamaan
antara lahir dan batin. Menurut Ibnu Rajab nifak secara bahasa bersinonim
dengan kata mencela, berbuat makar dan menampakkan kebaikan serta
menyembunyikan kejahatan. Orang yang melakukan perbuatan nifak disebut dengan
munafik. Menurut Ibnu Katsir munafik
adalah orang yang keluar dari jalan kebenaran masuk ke jalan kesesatan. Karena
itu Allah memperingatkan dengan firman-Nya:َ
Sesungguhnya
orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al Taubah(9): 67)
Perbuatan
munafik sangat dibenci oleh Allah Swt dan rasulNya. Oleh karena itu orang
munafik dijanjikan oleh Allah Swt mendapat balasan yang berat karena mereka
melakukan perbuatan tidak islami, menebarkan kebencian dan kebatilan serta
mengabaikan kebenaran. Orang munafik hanya berpikir demi kepentingan dan
keinginan mereka tanpa memperhatikan kebenaran dan prinsip-prinsip yang luhur.
Mereka telah menjual kejujuran dengan kesesatan dan makar.
2. Bahaya Orang Munafik
Menurut
al-Qur’an Allah Swt telah mengingatkan kita mengenai perihal orang munafik dan
memerintahkan agar kita menjauhi dan waspada terhadap perbuatan mereka. Allah
Swt berfirman:
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang
banyak bersumpah lagi hina. Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur
fitnah” (QS. Al Qalam(68):1011)
Pengkhiatan
yang dilakukan oleh orang-orang munafik sangat membahayakan. Allah Swt
mengingatkan hal tersebut dan berfirman:
“Jika
mereka berangkat bersamasama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain
dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di
celahcelah barisanmu, untuk Mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di
antara kamu ada orangorang yang Amat suka mendengarkan Perkataan mereka. dan
Allah mengetahui orangorang yang zalim”(QS. al Taubah(9):47)
Dalam
hal ini seorang muslim harus melakukan antisipasi agar sifat nifak ini tidak
muncul, mengungkap, tanggap mencari informasi dan memastikannnya agar tidak
terperosok ke dalam permainan mereka. Allah Swt berfirman:
“Hai orangorang yang beriman, jika datang
kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.(QS. Al
Hujurat(49):6)
3. Macam-macam
nifaq Perbuatan nifak di dalam syariat terbagi menjadi dua:
a. Pertama,
nifaq akbar Nifak akbar atau nifak besar
ini adalah ketika seseorang menampakkan keimanannya kepada Allah Swt, para
malaikat, kitab suci, rasul dan akhir, tetapi sebenarnya ia tidak percaya dan
menolak dengan seluruh hal tersebut. Sifat nifak inilah yang dahulu ada di masa
Rasulullah Saw dan Allah telah mencela mereka serta pelakunya kelak akan
ditempatkan di neraka paling bawah. Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya
orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari
neraka. dan kamu sekalikali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi
mereka”. (QS. Al Nisa(4):145)
b. Kedua, nifak asghar
Nifak ashgar atau nifak kecil berarti manakala seseorang menampakkan secara
jelas segala amal-amal yang baik(tidak termasuk di atas) hanya saja
sesungguhnya ia tidak seperti itu bahkan bertolak belakang.
4. Tanda-tanda
Pelaku Nifak
Pelaku
nifak disebut dengan munafik. Ciri-ciri orang munafik sebagaimana yang
dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim adalah sebagai berkut :
a. Bila
Berbicara, Ia berdusta Berdusta adalah berkata dengan tidak benar atau
berbohong. Dalam ajaran Islam, perbuatan dusta atau berbohong sangat dicela. Di
dalam Musnad Ahmad Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh besar pengkhianatanmu jika
engkau mengatakan kepada saudaramu kejujuran sedangkan engkau berdusta
kepadanya”(HR. Ahmad) Orang yang berdusta juga dianalogikan sebagai orang yang
berpaling dari ayat-ayat Allah. Rasulullah Saw bersabda: ”Sesungguhnya yang
mengadaadakan kebohongan, hanyalah orangorang yang tidak beriman kepada
ayatayat Allah, dan mereka Itulah orangorang pendusta.(QS. AlNahl(16): 105)
b. Bila Berjanji, Ia Tidak Menepati Janji adalah ucapan yang menyatakan
kesediaan atau kesanggupan untuk berbuat, melakukan sesuatu tetapi tidak
ditepati. Mengingkari janji berarti tidak menepati kesediaan atau kesanggupan
yang telah dibuat. Janji terbagi menjadi dua macam:• Pertama, seseorang
berjanji tetapi ia meniatkan untuk tidak menepati janji tersebut. Ini merupakan
akhlak yang paling buruk. Allah Swt
berfirman: “Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji
dan janganlah kamu membatalkan sumpahsumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya,
sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpahsumpahmu
itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”(QS. AlNahl(16):
91) • Kedua, jika seseorang berjanji kepada saudaranya dan ia sudah
meniatkan akan menepati janjinya tetapi karena suatu hal ia tidak bisa
menepatinya dan ia belum sempat memohon maaf atas pengingkarannya tersebut.
Pengingkaran janji seperti ini tidak menjadi masalah karena hal tersebut
terjadi tanpa unsur kesengajaan, Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda: Dari
hadits Zaid bin Arqam, dari nabi SAW, beliau bersabda, “Bila seorang lakilaki
berjanji dan berniat menepatinya namun tidak dapat menepatinya, maka tidak
apaapa baginya (ia tidak berdosa).”(HR. Abu Daud dan al-Turmudzi)
c. Bila
Bertengkar, Ia Berbuat Dosa Perbuatan
dosa yang dilakukan dengan memutarbalikkan fakta di mana ia menjadikan yang
benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar dan hal ini terjadi karena
semata-mata timbul karena sifat dusta yang tertanam di dalam hati. Rasulullah
Saw bersabda dari Abdullah: ِارَّ النَ لِى اِدْهَ يِرْوُجُفْ الَّنِ اَ وِرْوُجُفْ الَ لِى
اِدْهَ يَبِذَكْ الَّنِاَ فَبِذَكْالَ وْمُاكَّيِا “Waspadalah terhadap sikap dusta, karena sesungguhnya ia akan
menggiring seseorang untuk berbuat dosa dan perbuatan dosa akan menyebabkan
seseorang masuk ke dalam neraka”(HR. Ahmad) Dalam hadits lain Rasulullah Saw
bersabda dari Yahya bin Rasyid : َعِْنَ ي َّ تَ حِ الل َنِ
مٍطْخُ سِ فْلَزَ يْمَ لُهُمَلْعَ يَوُهَ وٍلِطَ باِ فَمَاصَ خْنَم “Barang siapa yang
memperdebatkan sesuatu yang bathil sedangkan ia mngetahuinya, niscaya ia akan
terus berada di dalam murka Allah swt hingga ia menghentikan perbuatannya
itu”(HR. Abu Daud)
d. Bila
Mengikat Perjanjian, Ia Mengingkari Allah Swt memerintahkan umat Islam agar
melaksanakan amanah. Allah Swt berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati
harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia
dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan
jawabnya”(QS. Al Isra(17):34)
Di dalam ayat lain Allah Swt berfirman: “Dan
tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpahsumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpahsumpahmu itu). Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.(QS. Al Nahl(16):91)
Pengingkaran terhadap
perjanjian haram hukumnya, baik antara pihak muslim dengan muslim atau antara
pihak muslim dengan golongan kafir(mu’ahadah). Perjanjian antara kaum muslimin
wajib ditunaikan dan membatalkannya mendapatkan dosa yang besar.
Perjanjian-perjanjian yang wajib ditunaikan seperti jual beli, pernikahan dan lain-lain.
e. Bila
Diberi Amanah, Ia Khianat Khianat adalah mengingkari tanggung jawab, berbuat tidak setia atau melanggar amanah
yang sudah dibuat. Secara umum, khianat artinya mengingkari tanggung jawab yang
telah dipercayakan, baik daang dari Allah maupun dari orang lain. Apabila
seseorang diberi amanah, maka ia wajib melaksanakannya. Hal ini sebagaimana
firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya…” (QS. AlNisa(4)’:58) Khianat terhadap
amanah merupakan salah satu sifat munafik sebagaimana firman Allah SWT, “Dan
di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: “Sesungguhnya jika
Allah memberikan sebahagian karuniaNya kepada Kami, pastilah Kami akan
bersedekah dan pastilah Kami Termasuk orangorang yang shalih. Maka setelah
Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karuniaNya, mereka kikir dengan
karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orangorang yang selalu
membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka
sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri
terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepadaNya dan juga karena mereka
selalu berdusta”. (QS. AlTaubah(9):
7577)
1. Akibat buruk sifat nifaq
Perbuatan
nifaq adalah salah satu perilaku tercela, baik nifaq kecil maupun nifaq besar.
Nifaq kecil merupakan jembatan menuju nifaq yang besar. Demikian pula perbuatan-perbuatan
maksiat merupakan jembatan menuju kekufuran. perbuatan nifak akan mendatangkan
keburukan baik bagi pelaku nifak itu sendiri ataupun bagi orang lain. 1. Bagi
diri sendiri a. Tercela dalam pandangan Allah Swt.. 1) Hilangnya kepercayaan
dari orang lain atas dirinya. 2) Tidak disenangi dalam pergaulan hidup
sehari-hari 3) Mempersempit jalan untuk
memperoleh Rizki 4) Mendapat siksa yang berat di hari akhir 2. Bagi orang lain
1. Menimbulkan kekecewaan hati, merusak hubungan persahabatan dan dapat terjadi
tindakan anarkis.2. Membuka peluang munculnya fitnah3. Mencemarkan nama baik
keluarga dan masyarakat.
1. Pengertian Keras Hati/ Ghadab (marah)
Ghadab
secara etimologi berarti marah. Marah dalam pengertian ghadab bersifat negatif.
Dalam kamus bahasa Indonesia marah berarti
merasa atau perasaan tidak senang
dan panas karena dihina atau
diperlakukan kurang baik dan lain sebagainya. Marah secara umum mengakibatkan
terganggunya aktualisasi diri di dalam kehidupan dan marah merupakan penyakit
jiwa yang ada di dalam diri manusia. Dalam hal ini terdapat hadis dari Abu
Hurairah:
“Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra bahwa seorang lakilaki berkata: “Berilah aku pesan”.
Rasulullah Saw bersabad: “Jangan marah”. Lakilaki itu mengulang permintaannya agar
Rasulullah Saw memberinya pesan, namun
Rasulullah Saw tetap bersabda: “Jangan marah”. (HR. Bukhari)
Marah
adalah lawan kata dari ridha. Marah dari manusia berarti ada sesuatu yang telah
merasuki hati mereka. Marah ada yang terpuji dan ada yang tercela. Marah yang
tercela adalah marah padahal dirinya bersalah dan marah yang terpuji adalah
marah karena kebenaran.
Adapun
kemarahan dari Allah berupa pengingkaran Allah Swt kepada orang yang bermaksiat
kepadanya lalu Ia menyiksanya. Al-Quran memerintahkan setiap muslim untuk
menahan marah dan akan memperoleh ampunan dari Allah Swt. Allah Swt berfirman: “Dan
bersegeralah menuju ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang lebarnya (seluas)
langit dan bumi yang disediakan bagi orang yang bertakwa, yaitu orang yang
menginfakkan (hartanya) di waktu lapang atau susah, dan orangorang yang
menahan amarah, dan bersikap pemaaf kepada manusia, dan Allah mencintai
orangorang yang berbuat baik” (Q.S Ali Imran(3):133134)
2. Macam-macam
Daya Marah
Menurut
al-Ghazali kekuatan marah terdapat pada jantung dan yang dimaksud dengan marah
yaitu ketika darah yang berada di sekitar jantung mendidih dan tersebar ke
seluruh pembuluh darah lalu naik ke atas tubuh sebagaimana api dan air yang
mendidih saat di masak di tungku. Oleh karena itu ketika orang marah darah akan naik ke atas wajah lalu wajah,
mata dan kulit menjadi merah. Hal itu menggambarkan warna darah di baliknya
sebagaimana kaca menggambarkan warna sesuatu yang bercermin padanya. Kondisi
marah pada diri seseorang terbagi menjadi tiga: Tidak ada atau lemah,
berlebihan dan sedang.
a. Tidak
Memiliki Daya Marah atau lemah
Kurang baik ketika
seseorang tidak dapat marah atau memiliki tingkat kemarahan yang lemah. Dengan
tingkat daya marah yang lemah seseorang akan
memiliki harga diri yang rendah dan hina
yang berdampak pada tidak melakukan tindakan apa-apa atau hanya diam
terhadap hal-hal yang haram atau hal-hal yang bersifat munkar. Hal ini
digambarkan oleh al-Qur’an dalam masalah perzinahan. Allah Swt berfirman: “Perempuan
yang berzina dan lakilaki yang berzina, Maka deralah tiaptiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orangorang yang beriman”.(QS. AlNur(24):2)
Pengertian janganlah
belas kasihan kepada keduanya berarti tetap bersifat keras atau tidak lunak
terhadap masalah perzinahan. Para sahabat nabi dijuluki oleh al Quran adalah
orang-orang yang keras dan keras itu dalam arti dapat marah jika diperlukan.
Allah Swt berfirman: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan
orangorang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaanNya, tandatanda mereka tampak pada muka mereka dari
bekas sujud. Demikianlah sifatsifat mereka dalam Taurat dan sifatsifat mereka
dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas
pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orangorang mukmin).
Allah menjanjikan kepada orangorang yang beriman dan mengerjakan amal yang
shalih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Al
Fath(49):29
b. Daya
Marah yang Berlebihan
Daya marah berlebihan
adalah daya marah yang keluar dari diri seseorang sehingga seseorang keluar dari kontrol akal dan agama. Saat
seseorang marah seperti ini, maka nurani dan daya pikir warasnya sudah hilang.
Di sini seseorang memiliki posisi seperti orang yang berada di dalam posisi terpaksa
yang tidak memiliki pilihan lain untuk melakukan tindakan kecuali mengikuti
hawa nafsunya.
Posisi marah seperti
ini tentu saja bersifat negatif dan memiliki
dampak terhadap anggota tubuh sebagai berikut:
1) Pertama,
jasad Jasad atau badan orang yang marah akan berubah warna menjadi merah,
seluruh tubuhnya gemetar, muncul perbuatan-perbuatan yang tidak beraturan dan
terkendali serta gerakan dan pembicaraan yang tidak semestinya. Perubahan
tersebut muncul dari bathin menuju fisik.
2) Kedua,
lisan Akibat marah, maka melalui lisan akan muncul cacian dan pembicaraan yang
buruk yang malu apabila pembicaraan tersebut di dengar oleh orang yang waras.
Demikian pula oleh yang bersangkutan ketika kondisi marahnya sudah mereda yang
disertai dengan pembicaraan dan ungkapan yang tidak beraturan.
3) Ketiga,
Anggota tubuh lain Pengaruh atau akibat marah pada anggota tubuh lainnya akan
muncul pukulan, hantaman, merobek, pukulan bahkan pembunuhan. Seseorang
terkadang merobek baju, menampar wajar, memukul tanah, memecahkan kaca,
mencaci-maki hewan seperti orang yang sudah tidak waras.
4) Keempat,
hati Dampak yang terjadi kepada hati adalah sifat dengki, iri hati, menyimpan
dendam dan umpatan, kesedihan, niat untuk mengungkap keburukan sosok yang
dimarahi, membuka aib dan mengolok-olok. c. Daya Marah Sedang
Tidak memiliki daya marah atau lemah dan memiliki daya marah berlebihan tidak
diinginkan oleh agama. Allah Swt dan rasulNya menginginkan seseorang tetap
memiliki daya marah tetapi tidak berlebihan diistilahkan dengan daya marah
sedang.Daya marah sedang adalah daya marah yang muncul yang masih berada di
dalam kontrol akal dan agama. Daya marah sedang adalah daya marah yang muncul
ketika memang harus muncul dan redup ketika memang harus tidak marah atau
mengedepankan kesabaran. Menjaga posisi marah dalam kondisi sedang adalah
anjuran yang disarankan oleh agama di mana sebaik-baiknya hal bersifat
tengahtengah.
3. Mengobati
Perilaku Keras Hati (Pemarah)
Imam
al-Ghazali menyatakan terdapat beberapa hal untuk mengobati daya marah yang
memuncak tersebut yang didasarkan pada ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut:
a. Mengingat
Keutamaan Menahan Amarah Agar seseorang dapat mengendalikan emosi atau daya
marahnya, maka hal yang harus dilakukan adalah dengan mengingat keutamaan
menahan marah, memaafkan dan sabar. Ia harus berfikir bahwa dengan menahan
emosi, maka ia akan mendapatkan pahala dan tidak dendam akan menghindari diri
dari neraka. Selain itu menahan emosi merupakan ciri khas orang yang bertakwa.
Allah Swt berfirman: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orangorang yang bertakwa,Orangorang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orangorang yang berbuat kebajikan ”(QS. Al
Imran(3):133134)
Ayat di atas
menunjukkan bahwa orang yang dapat menahan emosi termasuk orang yang bertakwa.
Orang yang demikian kelak mendapat balasan surge di akhirat. Pernah suatu hari
Sayyidina Umar didatangi oleh sesorang ‘Arabi. ‘Arabi ini berkata kepadanya: “Wahai
amirul mukminin! Demi Allah engkau tidak
berlaku adil melainkan engkau hanya bersikap tegas. Saat itu Umar marah dan
orang ‘Arabi mengetahuinya lalu ia berkata: Wahai amirul mukminin bukankah
engkau pernah mendengar firman Allah Swt :” Maafkan dan perintahkanlah kebaikan
serta berpalinglah dari orang bodoh”. Aku adalah orang bodoh. Setelah itu Umar
terdiam dan memafkannya.
b. Takut Akan Siksa Allah Untuk bisa meredam emosi seseorang
harus takut pada azab dari Allah Swt apabila ia meneruskan emosinya. Seseorang
harus yakin bahwa tidak mungkin ia akan selamat dari siksa neraka apabila ia
tidak mempersiapkan diri dari sekarang. Oleh karena itu saat seseorang meminta
wasiat kepada Rasulullah Saw, maka pesannya hanya satu, yaitu jangan marah.
Rasulullah Saw bersabda: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang
lakilaki berkata kepada Nabi SAW: “Berilah wasiat kepadaku”. Sabda Nabi SAW :
“Janganlah engkau marah”. Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda
beliau: “Janganlah engkau marah”.(HR. Bukhari)
c. Waspada terhadap Dampak dari Emosi Seseorang harus
berfikir keras bahwa emosi dapat menimbulkan akibat yang berkepanjangan.
Akibat-akibat tersebut muncul disebabkan oleh emosi seseorang yang tidak
terkendali. Di antara akibat tersebut seperti permusuhan, dendam, orang yang
terkena marah akan menantang atau melakukan
upaya untuk menghancurkan tujuan dan cita-citanya serta menimpakan musibah.
Seseorang harus takut terhadap halhal seperti ini, khususnya yang terjadi di
dunia apabila seseorang lupa terhadap hukuman yang kelak diberikan terhadap
orang yang tidak dapat mengontrol emosinya di akhirat.
d. Wajah Buruk Orang yang Marah
Dalam Islam orang yang kuat bukanlah orang yang memiliki postur tubuh kuat dan
kekar, melainkan orang yang mampu melawan dan mengekang hawa nafsunya ketika
marah. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda: “Orang
yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuatadalah orang yang dapat mengendalikan
dirinya(menahan hawa nafsu) ketika marah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Seseorang yang marah
harus membayangkan bagaimana buruknya fisik orang yang sedang emosi. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan membayangkan ketika seseorang melihat orang
lain sedang marah. Ia harus berfikir betapa orang yang sedang emosi
sesungguhnya memiliki buruk rupa yang tidak disadari sama seperti melihat
hewan-hewan yang sedang marah.
Sebaliknya Ia juga harus membayangkan bagaimana emosi yang ada
digantikan dengan kesabaran sebagaimana dilakukan oleh para nabi dan ulama
ketika mereka mendapat perlakuan tidak senonoh dari umatnya. Dengan demikian
seseorang dapat memilih yang terbaik yaitu mengikuti para nabi dan ulama. Untuk
menghindari emosi selain didasarkan pada ilmu penegtahuan sebagaimana
dijelaskan di atas, maka dapat dilakukan dngan tindakan atau mal shaleh.
Menurut al Ghazali
ketika daya marah atau emosi seseorang mulai memuncak, maka ia harus
mengupayakan diri untuk: Pertama, membaca ta’awudz Taawudz adalah memohon perlindungan kepada
Allah Swt dari tipu daya syaitan yang selalu membangkitkan emosi). Rasulullah
SAW. mengajarkan untuk mengatasi rasa amarah yang ada di dalam diri dengan
berta’awudz. Emosi yang memuncak umumnya
disertai dengan bisikan dan tipu daya setan. Hal ini dapat mengakibatkan
manusia tersesat dan terjerumus serta mendapatkan murka Allah SWT. Dalam hal
ini Allah SWT berfirman, “Dan jika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka
berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. AlA’raf (7) : 200). Kedua, merubah posisi Apabila emosi seseorang
sudah mulai naik, maka sebaiknya ia meribah posisinya. Apabila berada pada posisi berdiri, maka
hendaklah ia merubah posisi dengan posisi duduk dan apabila pada posisi duduk,
maka hendaklah dengan menidurkan
dirinya. Dalam hal ini dari Abu Dzar
Rasulullah Saw bersabda:“Jika salah seorang diantara kalian marah dan dia dalam
keadaan berdiri maka hendaklah dia duduk (hal itu cukup baginya), jika marahnya
reda. Namun, jika marahnya tidak reda juga maka hendaklah dia berbaring.” (HR.
Abu Daud). Ketiga, berwudhu Selain itu seseorang mengupayakan untuk
berwudhu apabila emosi atau daya marah mulai naik karena emosi berasal dari api dan api dapat padam hanya ا
َdengan air. Dari Athiyah Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya kemarahan berasal dari setan, setan itu diciptakan dari api, dan
api itu hanya dapat dipadamkan dengan air, karena itu jika salah seorang dari
kalian marah, maka hendaklah ia mengambil air wudhu”. (HR. Imam Ahmad).
Selain itu Rasulullah
Saw memerintahkan untuk menempelkan diri ke tanah tujuannya agar kita menyadari
bahwa pada hakikatnya manusia itu hina, sehingga dengan demikian dapat
menghilangkan kesombongan dan keangkuhan yang ada di dalam diri. Rasulullah Saw
bersabda: Dari Abu Said Al-Khudry ia bekata: Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya kemarahan itu adalah percikan api yang menyala di dalam hati
manusia, tidakkah kalian memperhatikan (orangorang yang marah) kedua matanya
memerah dan raut wajahnya mengerut? Jika salah seorang diantara kalian
merasakan hal itu maka hendaklah ia menempelkan diri ke tanah.” (HR. Imam
Ahmad). Keempat, diam Diam itu emas barang kali ungkapan yang tepat.
Dengan diam bukan berarti seseorang takut atau tidak memiliki daya marah. Diam
merupakan obat mujarab untuk meredam emosi karena orang yang sedang dalam
posisi emosi perkataan yang keluar berupa kata-kata kotor yang tidak baik. Hal
ini terjadi disebabkan oleh tidak terkontrolnya lisan yang ditimbulkan dari
dorongan nafsu dan pengaruh setan .
Dalam hal ini Rasulullah Saw mengemukakan hadis dari Ibnu Abbas yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
“ Ajarkanlah mereka dan mudahkanlah dan jangan
kalian persulit Jika salah seorang diantara kalian marah maka hendaklah ia
diam.” (HR. Imam “Sapapun yang menahan amarah padahal sesungguhnya ia mampu
melampiaskannya, maka Allah akan
memanggilnya kelak di hadapan para makhluk di hari kiamat dan Allah Swt
memerintahkannya untuk memilih bidadari (terbaik) yang ia inginkan” (H.R Abu
Dawud, alTirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad) Kelima, memberi maaf Dalam
memberi maaf diperlukan kesadaran dan kebesaran hati. Sebagai seorang muslim
wajib hukumnya memberi maaf baik dirinya yang bersalah atau orang lain. Allah
memerintahkan agar memberikan maaf dengan ikhlas. Allah Swt berfirman :
“Dan balasan suatu
kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat
baik Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai
orangorang yang zalim”. (Q.S. AlSyura(42) : 40).
Assalamu'alaikum, maaf kak saya mohon izin mengambil materi akidah akhlak ini untuk tugas sekolah🙏
BalasHapus